Penetasan pada unggas dapat dibedakan menjadi dua , yaitu : secara alamiah dan buatan. Penetasan secara alamiah (natural incubation) tergantung sepenuhnya pada induk penghasil telur tetas itu sendiri. Sebaliknya pada penetasan secara buatan (artificial incubation) dimana sepenuhnya tergantung pada tiga pokok besar yaitu : mesin tetas, telur tetas dan oprerator. Penetasan Secara Alami
: biasanya telur yang ke 10 hari lebih, akan memberikan tingkat daya
tetas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kurang hari ke 10, hal
ini diduga ada kaitannya dengan lama simpan telur yang lebih dari 7
hari. Dimungkinkan bila lebih dari 7 hari chalaza sebagai pemisah antara
yolk dan albumen putus sehingga akan menjadi kopyor pada telur tersebut
berakibat untuk menampung sebagai tempat perkembangan embrio akan
terganggu sehingga didapatkan daya tetas yang rendah. Ada faktor plus
minusnya jika mengkonsentrasikan ke penetasan secara alami, faktor
plusnya diantaranya tak memakan biaya pengoperasiannya dan proses
penetasannya berjalan secara alami sehingga tidak memerlukan tenaga
kerja dan pikiran yang mendalam. Adapun faktor minusnya, diantaranya
ialah: jumlah telur yang ditetaskan terbatas, sulit mengatur waktu
penetasannya dan hasil tetasannya tidak sesuai yang kita harapkan karena
tidak adanya seleksi telur tets terlebih dahulu. Penetasan Secara Buatan :
Prinsip proses penetasan secara buatan diilhami oleh masyarakat Mesir
beratus tahun yang lalu, dimana masyarakat Mesir untuk menetaskan telur
dengan cara telur dikubur di pasir panas, dengan kesederhaannya tersebut
tingkat daya tetasnya rendah. Kemudian ditemukanlah penetasan secara
buatan yang modern yang masih berlaku saat ini. Prinsip proses
penetasan buatan garis besarnya dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu : telur
tetas yang akan ditetaskan, mesin tetas yang akan digunakan dan orang
yang menjalankan proses penetasan tersebut (operator). Jika
diprosentasekan dari ke 3 faktor tersebut adalah sebagai berikut : 33,3%
dipengaruhi oleh telur tetas, 33,3 dipengaruhi oleh mesin tetas dan
33,3 ditentaukan oleh peranan petugasnya. Agar telur tetas memberikan
peranan sebesar itu maka telur yang akan ditetaskan harus diseleksi,
adapun hal-hal yang perlu diseleksi adalah sebagai berikut : bentuk telur
(harus oval, lebih tepat dihitung indek telur= sumbu pendek dibagi
sumbu panjang telur dikalikan 100 %, jika 72 – 74 % berarti telur tsb
oval), telur harus berasal dari pejantan (sex ratio, tiap bangsa unggas berbeda), berat telur (bangsa unggas berbeda), lama simpan (tidak lebih dari 7 hari), kebersihan telur (agar pori-pori kulit telur tak tertutup dengan kotoran shg respirasi embrio dapat berjalan dengan lancar), keutuhan telur (usahakan telur tak retak), warna telur/yang
gelap lebih memungkinkan mendapatkan daya tetas yang relatif lebih
besar bila dibandingkan dg yang cerah (penilaian item ini hanya pada
jenis telur yg berasal dari bangsa unggas yang sama, misal : telur itik
harus dibandingkan dg telur itik, tetapi tidak boleh dibandingkan dengan
telur puyuh). Begitu pula agar mesin tetas memberikan peranan sebesar
itu, maka mesin tetas harus memberikan kondisi fisik yg optimal artinya
mesin tetas dikatakan baik jika memberikan suhu dan kelembaban yang
optimal yang disesuaikan dengan telur bangsa unggas yang akan
ditetaskan, misalkan : telur puyuh harus diiringi dengan suhu 99 derajat
Fahrenheit, telur ayam dg suhu 101 derajat Fahrenheit, dst. Nah, agar
peranan operator bisa memberikan peranan yang diprosentasekan di depan,
maka operator harus mengetahui ilmu penetasan dan berpengalaman dalam
menjalankan proses penetasan, adapaun tugas operator yang utama dan
pertama adalah : harus mengetahui masa kritis I dan II, harus bisa
mengcandling telur, harus bisa cara membalik telur, harus bisa mengatur
suhu dan kelembaban yang benar, harus mengetahui kapan berakhirnya
proses penetasan. Pada akhir dari proses penetasan adalah menghitung %
fertilitas telur (yg dapat dihitung dg membagi jumlah telur yang masuk
dengan telur yang fertil dikalikan 100%) dan menghitung % daya tetas (yg
dapat dihitung dengan membagi telur yang fertil dengan telur yang
menetas dikalikan 100%). Jika hasil daya tetasnya 80 % bisa dikatakan
berhasil. Kemudian ditentukan jenis kelaminnya, di packaging kemudia
didistribusikan ke konsumen.
TAHUKAH ANDA TENTANG HAL-HAL YANG BERKAITAN DENGAN PROSES PENETASAN ?:
A. Jenis Telur Tetas Lebih Mahal Dari Telur Konsumsi.
Jenis telur pada bangsa unggas dibagi menjadi 2 jenis, jenis pertama yang disebut telur konsumsi dan yang kedua telur tetas.
Telur konsumsi telur yang berasal dari induk bangsa unggas yang tidak
dibuahi oleh pejantan, dengan demikian telur konsumsi tidak bisa
ditetaskan karena infertil (tak subur). Telur tetas adalah telur yang
berasal dari induk yang telah dibuahi oleh pejantan, sehingga dapat
ditetaskan karena telur tersebut bertunas (fertil). Oleh karena telur
tetas berasal dari induk jantan dan betina maka jumlah unggas yang
dipelihara lebih banyak bila dibandingkan yang tanpa pejantan ( sebagai
misal : untuk memperoleh telur setiap hari 10 butir, jika imbangan
jantan betina 1 : 2, maka jumlah unggas yang dipelihara 10 ekor induk
dan 5 ekor pejantan untuk menghasilkan 10 butir telur tetas, sedangkan
untuk menghasilkan telur konsumsi 10 butir, maka jumlah unggas yang
dipelihara hanya 10 ekor induk saja). Dan menurut pengalaman penulis
unggas yang dicampur jantan dan betina produksi telurnya lebih rendah
bila dibandingkan dengan unggas induk sejenis, hal ini diduga
terganggunya saat bertelur. Berdasarkan tersebut maka biaya produksinya
lebih banyak induk pengahasil telur tetas, dengan demikian umumnya harga
telur tetas lebih mahal bila dibandingkan dengan telur konsumsi.
B. Suhu Type Still Air lebih tinggi Vs dengan Type Force.
Ada dua type mesin tetas yang digunakan
dalam proses penetasan secara buatan. Type pertama adalah jenis mesin
type Still Air Incubators dan Force Draught Incubator. Type Still Air Incubators
:biasanya berkapasitas telur yang ditetaskan terbatas, yaitu sekitar
antara 100 a/d 350 butir telur ras. Sumber pemanasnya bisa berasal dari
minyak tanah (teplok), listrik, briket bioarang (anglo). Oleh karena
fokus pemanas terpancar pada satu titik ke permukaan telur saja
berakibat penerimaan panasnya tidak dapat merata sehingga type ini
mutlak harus dibalik agar mendapat panas yang merata. Dengan demikian
karena Still panasnya hanya dari permukaan atas saja maka suhunya harus
lebih besar bila dibandingkan dengan Force. Force panasnya berasal dari
kipas angin yang ada di dalammnya, yang mana panas tersebut akan
didistribusikan ke segala arah, sehingga dengan suhu yang rendah bila
dibandingkan dg still, force sudah bisa memanasi telur-telur yang
ditetaskan.
C. LEBIH BAIK KELEMBABAN TINGGI SAAT PROSES PENETASAN BILA DIBANDING RENDAH.
Satuan untuk menghitung dari kelebaban
adalah prosentase (%). Semakin tinggi sebarannya maka semakin memberikan
proses pipping yang lebih sempurna, yang pada gilirannya memberikan
tingkat daya tetas yang meningkat. Mengapa
semikin tinggi Rh semakin baik dalam proses penetasan karena dengan
tinggi Rhnya maka embrio akan mudah menyerap Ca dan P yang ada di
cangkang yang dapat digunakan sbg pembetukan tulang, sehingga pada
proses pipping yang berperan dens ovifragusnya maka pemecahan telur saat
pipping dapat berjalan dengan sempurna.
D. KETEPATAN MASA INKUBASI PD PROSES PENETASAN DIPENGARUHI OLEH KESTABILAN SUHU.
Suhu pada mesin tetas merupakan faktor yang
sangat penting didalam perkembangan embrio selama dalam telur. Jadi jika
suhu dalam mesin tak dikontrol de ngan seksama maka berakibat fatal
yang pada gilirannya akan gagal dalam menetaskan telur. Kebutuhan suhu
dalam mesin pada telur dari berbagai bangsa unggas berbeda. Prinsipnya
semakin besar telur yang ditetaskan akan memerlukan suhu yang lebih
tinggi, misal : telur cecak, telur puyuh, telur merpati, telur ayam,
telur itik dan telur angsa akan berbeda ( disini besar telur dari yg
terkecil mengarah ke telur yang lebih besar). Jika dalam proses
penetasan telur suhu normal selama proses penetasannya, maka akan
memberikan waktu tetas yang tepat (sesuai masa inkubasi dari telur itu
sendiri, misal : telur puyuh masa inkubasinya 17 hari, ayam 21 hari,
itik 28 hari) dan menghasilkan tingkat daya tetas yang tingi, karena
proses perkenbangan embrio dapat berjalan normal sebagai akibat organ
vitalnya dapat terbentuk dan berkembang secara optimal dan norma.
Sebaliknya jika selama proses penetasan suhunya kurang maka masa
inkubasi akan lebih tinggi tetapi embrio akan mati, begitu pula suh yang
lebih tinggi selama proses penetasan berlangsung.
E. PERLU PENGARTURAN SUHU MESIN TETAS YANG BARU DIBELI DARI POULTRY SHOP .
Mesin tetas type Still Air yang baru dibeli
dari Poultry Shop pada umumnya suhu (thermostat)nya belum diatur, jika
sudah diatur akan berubah kedudukan thermoregulatornya dari posisi
normal berubah ke tidak normal karena kegeseran saat pengangkutan dan
transportasi. Bagi awam yang baru akan memulai menetaskan telurnya,
masalah pengaturan suhu tak diperhatikan sehingga begitu kabel mesin
tetas disalurkan ke listrik, kemudia telur dimasukkan, maka kondisi suhu
yang tak normal, mungkin terlalu timggi atau terlalu rendah sehingga
daya tetasnya akan rendah atau bahkan tak ada yang menetas alias gagal.
Cara mengatur suhu, pertama – tama yang harus diatur thermostatnya,
diatur sedemikian rupa sehingga mencapai suhu yang diinginkan, sebagai
misal : untuk ementaskan telur puyuh 99 derajat Fahrenheit, telur ayam
101 derajat Fahrenheit dst.
F. MASA KRITIS DALAM PROSES PENETASAN PENENTU KEBERHASILAN PROSES PENETASAN.
Masa kritis adalah waktu yang sangat penting
dalam proses pembentukan dan perkembangan embrio dalam telur tetas
selama dalam proses penetasan. Masa kritis pertama dihitung dari hari ke
satu sampai dengan hari ke tiga setelah telur dimasukkan dalam mesin
tetas. Untuk masa kritis pertama ini seluruh telur bangsa unggas adalah
sama hitungannya. Dalam masa kritis pertama ini terbentuknya alat-alat
vital dalam organ tubuh embrio (pembuluh darah, janung, ginjal dll),
agar pembentukan organ vital tsb dapat berjalan dengan sempurna harus
dibutuhkan suhu mesin tetas untuk ayam 101 derajat Fahrenheit. Oleh
karena itu jika saat masa kritis pertama tsb sumber pemanasnya terganggu
(listrik mati, lampu teplok yang tak memenuhi syarat), maka akan
terjadi kegagalan karena embrio mati. Sedangkan pada masa kritis ke dua
ini semua organ tubuh termasuk bulu sudah terbentuk. Nah untuk melakukan
pemecahan pada kulit telur (proses pipping) si embrio tsb harus
membutuhkan energi atau tenaga untuk proses pipping, yang
mana dibutuhkan suhu sekitar 101 – 102 derajat Fahrenheit dan kelembaban
70 – 80 %. Nah, jika suhu dan kelembaban tak terpenuhi karena sumber
pemanas terganggu ( listrik mati, dlsb), maka akanterjadi kegagalan
sehingga tak menetas. Dengan demikian faktor suhu, kelebaban dan
operatorlah yang memegang peranan penting dalam mengatur agar masa
kritis dapat berjalan dengan lancar.
G. HUBUNGAN ANTARA BERAT TELUR DENGAN BOBOT TETAS TELUR BANGSA UNGGAS.
Bobot telur pada bangsa dapat dirumuskan
sebagai berikut : semakin kecil badannya maka semakin kecil bobot
telurnya (sebagai misal : telur puyuh = 10-12 gram, merpati = 22 gram,
ayam kampung 40-45 gram, itik = 60 – 65 gram), disini terlihat semakin
besar bobot badannnya semakin besar telur yang dihasilkan. Begitu pula,
jika telur-telur dari bangsa unggas tersebut ditetaskan akan
menghasilkan bobot tetas yang berbeda pula. Dengan demikian ada korelasi
yang positif bahwa semakin besar telur yang ditetaskan akan
menghasilkan bobot tetas yang semakin besar pula. Nah, dengan dapat
dirumusakan bahwa untuk menghitung bobot tetas dapat dihitung dengan
rumus berikut : 70/100 x bobot telur bangsa unggas = bobot tetas.
H. HUBUNGAN ANTARA JENIS TELUR BANGSA UNGGAS DENGAN KEBUTUHAN PANAS DALAM MESIN TETAS.
Yang termasuk unggas (poultry) adalah ayam,
itik, kalkun, entok, puyuh, merpati, angsa, walet dan atau bangsa burung
lainnya. Dari jenis unggas tersebut yang sudah banyak dikonsumsi
masyarakat dan diteliti oleh peneliti adalah ayam, itik, kalkun, puyuh,
entok dan angsa. Semakin besar tubuh dari unggas ada kecenderungannya
untuk menghasilkan besaran telurnya semakin besar pula. Dalam proses
penetasan suhu dan kelembaban dalam mesin tetas memegang peranan penting
disamping faktor-faktor lainnya.Nah, jika telur dari jenis unggas
tersebut akan ditetaskan maka kebutuhan akan suhu dalam mesin tetasnya
akan berbeda pua. Hal ini disebabkan karena semakin besar telur akan
menghasilkan embrio yang lebih besar pula., begitu pula panas yang
dibutuhkan untuk pembentukan dan perkembangan embrio akan semakin besar
pula.
I. BENTUK TELUR PENENTU TINGKAT DAYA TETAS.
Tolok ukur keberhasilan dalam menetaskan
telur unggas adalah banyaknya dari telur-telur yang menetas dari telur
yang fertil dari jumlah telur yang ditetaskan. Tak diragukan lagi bahwa
prosentase daya tetas ditentukan oleh 3 faktor, yaitu Operator (orang
yang menetaskan), Telur yang akan ditetaskan dan Mesin tetas yang
digunakan dalam proses penetasan. Telur yang akan ditetaskan syarat
utamanya adalah telur tersebut harus fertil (penentu fertil tidaknya
telur dengan alat Candler). Untuk menghasilkan telur-telur yang memenuhi
syarat untuk ditetaskan maka telur-telur tersebut harus dan perlu untuk
diseleksi (atau lebih dikenal dengan SELEKSI TELUR TETAS). Salah
satu penyeleksian telur tetas yang penting adalah diantaranya adalah
bentuk telur tetas. Sebutir telur dapat dikeluarkan melalui saluran
telur (oviduct) memakan waktu sekitar 25,1 jam ( sehari lebih 1 jam).
Jika dalam proses peneluran tersebut terganggu (karena nutrisi, genetik,
lingkungan kandang sekitar baik secara internal maupun ekternal maka
akan menghasilkan telur-telur yang mempunyai macam-macam bentuk telur.
Dikenal ada 3 bentuk telur unggas yaitu : bulat, lonjong dan oval telur.
Dari ketiga bentuk tersebut yang ovallah yang baik untuk ditetaskan
karena menghasilkan daya tetas yang lebih tinggi bila dibandigkan dengan
bentuk bentuk lainnya. Untuk menghitung bentuk telur tersebut bulat,
lonjong atau oval dapat dihitung dengan menggunakan rumuss yang disebut :
INDEK TELUR / IT (EGG INDEX)
= sumbu pendek dibagi sumbu panjang telur dikalikan 100 persen, jika
telur tersebut termasuk oval maka IT nya 72 – 74 %, sedangkan yang bulat
lebih dari 72 – 74 % dan lonjong dibawah 72 – 74 %.
J. JARAK BAK AIR BERPENGARUH TERHADAP PROSES PIPPING PADA BANGSA UNGGAS.
Perlu diketahui bahwa normal atau tidak
normalnya besaran kelebaban (%) dalam mesin tetas dapat berpengaruh
terhadap proses pipping dan pada giliranya akan menyebabkan tingkat daya
tetasnya. Sumber adanya kelembaban tingig atau rendah berasal dari bak
air dalam mesin tetas dan penyemprotan pada permukaan telur tetas yang
ditetaskan dalam mesin tetas. Bak air dalam mesin tetas pada mesin tetas
type Still mutlak adanya. Anjuran penulis Luasan bak air sebesar
luasannya dari jumlah telur yang ditetaskan pada rak telur. Jika syarat
tersebut tak dipenuhi, pasti akan menghasilkan daya tetas yang rendah,
begitu pula jarak bak air dengan jarak rak telur sebaiknya 2 sampai 3
cm. Dengan kedua syarat itu dipatuhi maka akan menghasilkan ingkat daya
tetas yang tingi. Mengapa? karena dengan luasan dan ketinggian yang
balance maka akan menghasilkan besaran persentase kelembaban yang
optimal untuk menetaskan telur unggas ( karena akan memberikan tingkat
kelembaban antara 60 – 80 %, besaran persentase tersebut sudah memenuhi
untuk proses penetasan.
K. SEX RATIO PENENTU UTAMA DARI TELUR FERTIL.
Memperhatikan
imbangan jantan dan betina pada bangsa unggas jika akan menetaskan telur
WAJIB hukumnya, hal ini disebabkan karena imbangan tersebut sangat
berpengaruh terhadap tingkat fertilitas telur. Imbangan jantan dan
betina ( jantan : betina ) pada bangsa unggas dapat dipaparkan sebagai berikut : untuk angsa 1
: 3 sampai 4 ekor, itik 1:10 sampai 15 ekor, ayam ras 1 : 5 sampai 8
ekor, buras 1 : 8 sampai 10 ekor, puyuh (Coturnix coturnix japonica) 1 :
3 sampai 4 ekor, merpati 1 : 1 (monogami). Semakin kecil sex rationya
akan menghasilkan tingkat fertilitas yang tinggi pula, disebabkan karena
kesempatan untuk kawin setiap saat ada, bila dibandingkan dengan jumlah
yang melebar. Namun bila ditinjau dari segi ekonomis imbangan yang
sempit merugikan, oleh karena itu sebaiknya pedoman yang penulis
paparkan sebagai patokannya.
L. BISAKAH SATU EKOR INDUK UNGGAS MENGHASILKAN 2 BUTIR TELUR SEHARI ?
Saluran telur pada unggas disebut OVIDUCT.
Saluran tersebut dibagi menjadi beberapa bagian, diantaranya ialah :
infundibulum, magnum, istmus, cloaka. Secara normal sebutir telur
melewati bagian-bagian tersebut memakan waktu sekitar 25,1 jam ( sehari
lebih 1 jam ). Nah, dengan demikian secara ilmu pengetahun yang
berkiblat pada dalil yang mengatakan bahwa sebutir telur dibentuk selama
sehari lebih satu jam, maka tak akan mungkin seekor induk akan bertelur
sehari 2 butir.
M. PERLUKAH FUMIGASI PADA TELUR DAN ATAU MESIN TETAS ?
Fumigasi adalah
mensucihamakan mesin tetas dari mikroorganisme yang menenmpel dan atau
masuk dalam mesin tetas dengan menggunakan zat kimia. Zat kimia yang
sering digunakan adalah KMnO4 (Kalium permanganat) yang dicampur dengan
Formaldehide 40 %. Mengapa sampai saat ini zat kimia tersebut masih
digunakan? karena zat kimia tersebut tidak merusak mesin tetas dan
peralatannya, tidak tergantung dari suhu dan kelembaban linkungan baik
lingkungan internal dan eksternal dari mesin tetas, murah harganya,
mudah melakukannya, dan mudah didapat/dibelinya, dan yang paling penting
tidak membahayakan operator yang melakukannya serta telur yang fertil
yang ada dalam mesin tetas tersebut. Cara
menggunakan zat kimia tersebut adalah sebagai berikut : mesin tetas dan
peralatannya atau telur yang telah dimasukkan dalam mesin tetas,
campuran KMnO4 ( 3 gram ) dicampur dengan 3 sendok makan yang
ditempatkan pada bekas gelas air mineral, kemudian ditutup selama 15
menit, kemudian dibuka (sudah bisa digunakan). Dalam menjalankan
fumigasi sebaiknya setelah proses penetasan berakhir.
N. BOLEHKAH DALAM SATU MESIN TETAS DITETASKAN 3 JENIS TELUR YANG BERBEDA BANGSA UNGGASNYA?
Setiap jenis
bangsa unggas yang berbeda, akan menghasilkan telur yang berbeda pula
baik warna, bobot dan bentuknya. Sedangkan seleksi telur tetas yang akan
ditetaskan meliputi : bobot telur, umur simpan telur, warna telur, masa
inkubasi telur dlsb. Secara faktual dari 3 jenis telur dari telur
(misalnya) telur puyuh, ayam ras dan itik; mempunyai karakteristik yang
sangat berbeda : 1. Bila ditinjau dari bobotnya (telur puyuh bobotnya
sekitar 10 – 11 gram, ayam ras 55 – 60 gram sedangkan telur itik sekitar
60 - 70 gram), 2. Bila ditinjau dari masa inkubasinya ( telur bermasa
inkubasi 18 hari, ayam 21 hari dan itik 28 hari), 3. Bila ditinjau dari
masa kritis ( telur puyuh mempunyai masa kritis I : hari ke 1 s/d hari 3
dan masa kritis ke II hari ke 15 s/d hari ke 18; telur ayam mempunyai
masa kritis I hari ke 1 s/d hari ke 3 dan masa kritis II hari ke 18 s/d
hari ke 21; sedangkan itik mempunyai masa kritis I hari ke 1 s/d hari
ke3 dan masa kritis II hari ke 25 s/d hari ke 28). Nah, dengan melihat
adanya perbedaan yang sangat prinsip tersebut terutama MASA KRITISNYA,
maka jika ke 3 jenis telur unggas yang berbeda bangsanya tersebut
ditetaskan bersamaan dalam satu mesin tetas DIPASTIKAN TAK AKAN MENETAS,
mengapa karena saat masa kritis ke II untuk puyuh mesin tetas tak boleh
dibuka dan tak boleh dibalik, untuk ayam dan itik masih bisa dibuka dan
dibalik, sehingga terjadi KEKACAUAN DALAM PENGETRAPAN MASA KRITIS KE II
nya, padahal masa kritis kedualah yang berperan penting dalam proses
pipping dan tingkat daya tetasnya. Dengan dapat disimpulkan TIDAK
DIPERKENANKAN DITETASKAN DARI KETIGA JENIS TELUR UNGGAS YANG BERBEDA
BANGSANYA.
O. CLUTCH BERPENGARUH PADA DAYA TETAS TELUR BANGSA UNGGAS.
Clutch adalah
jarak antara peneluran pertama ke peneluran berikutnya ( misalnya
tanggal 1 induk bertelur sebutir dan tanggal-tangal berikutnya si induk
tersebut bertelur kembali). Clutch oleh penulis dikenal terdapat 2
jenis, jenis pertama clutch sempit dan ke dua clutch renggang. Sebagai
contoh clutch sempit jika si induk bertelur setiap hari (setiap saat),
sedangkan clutch renggang sebaliknya. Dengan demikian dapat dipastikan
bahwa clutch sempit berarti si induk tersebut berperoduksi telur tinggi
dan sebaliknya untuk clutch renggang. Jadi clutch berkorelasi positif
terhadap tinggi rendahnya produksi telur unggas. Menurut Sugandi (1990 )
bahwa semakin tinggi produksi telur induk akan menghasilkan tingkat
daya tetas yang tinggi bila dibandingkan dari induk yang berperoduksi
rendah. Hal ini diduga induk unggas berproduksi tinggi berarti :
1. Induk tersebut berasal dari bibit genetik yang unggul, berasal dari
induk yang diberi nutrisi yang rasional, pembentukan sebutir telurnya
normal, si induk tersebut mesti sehat dan diberi tatalaksana yang benar
dan tepat bila dibandingkan dengan induk berproduksi rendah.
O. PERLUKAH PEMBALIKAN/PEMUTARAN TELUR SELAMA PROSES PENETASAN?
Ada terdapat 2
type mesin tetas yang ada di pasaran saat ini, yaitu type Still Air dan
type Force Draught. Type still karena fokus dan atau sumber pemanas
mengarah ke satu titik saja yaitu titik kepermukaan rak telur dalam
mesin tetas. Itu berarti aliran panasnya tidak merata ke seluruh
permukaan telur yang ditetaskan, dengna demikian mesin tetas type
StillAir mutlak harus dibalik atau diputar setiap saat. Pertanyaannya
berapa kali ? jawabannya setiap detik, setiap menit, setiap jam, atau
bahkan setiap hari BOLEH DILAKUKAN, tetapi inggat! jika setiap detik,
atau setiap menit atau setiap jam dilakukan pembalikan RESIKONYA suhu
dalam mesin tetas akan BERFLUKTUASI (situasi suhu yang berfluktuasi
inilah menyebabkan emrio akan mati sehingga daya tetasnya NOL). Nah agar
diperoleh suhu yang merata dan suhu yang tak berfluktuasi maka
sebaiknya pemutaran atau pembalikan telur dilakukan sehari 3 kali saja
yaitu pagi, siang dan sore hari, ini akan menghasilkan panas yang merata
berakibat embrio berkembang dengan sempurna dan akan memberikan tingkat
daya tetas yang tinggi. Sedangkan type Force, karena adanya kipas angin
yang otomatis dalam mesin tetasnya maka akan memberikan panas yang
merata ke semua penjuru permukaan telur pada rak telurnya. Dengan
demikian type mesin tetas ini tak perlu dibalik atau diputar.
P. SEBAIKNYA KAPAN PENG-CANDLINGAN TELUR TETAS DILAKUKAN DITINJAU SECARA EKONOMI?
Untuk
mengetahui telur tersebut hidup atau mati dan atau fertil atau infertil
maka telur-telur tetas yang dimasukkan dalam mesin (yang ditetaskan)
harus dilihat/diperiksa dengan alat yang disebut CANDLER (aktifitas
memeriksanya disebut CANDLING). Alat candler bisa dilakukan dan atau
dibuat dengan cara : 1. kertas yang digulung, kemudian telur ditempatkan
ujung dari kertas yang digulung tadi dengan menghadap sumber lampu
(neon, dop atau sinar matahari); 2. telur-telur di ayun-ayunkan, jika
berbunyi telur tersebut kopyor sehingga tak bisa ditetaskan karena
Chalaza sebagai pertautan antara Albumen dan Yolk sudah putus, jenis
telur ini tak bisa menetas; 3. dengan kardus atau bekas toples kue di
lubang sebesar telur yang diperiksa dan dibawahnya diberi lampu sehingga
akan nampak ( fertil jika nampak pembuluh darah yang menyebar, kuning
jika telur konsumsi dan hitam jika embryo mati/dead embryo). Nah, kapan
yg paling tepat secara ekonomis dilakukan ? Jawabannya : hari ke 4
setalah masa kritis I, karena jika infertil telur-telur tersebut masih
bisa dijual sebagai telur konsumsi tetapi jika pemeriksaannnya dilakukan
hari lebih ke 7, maka sudah kopyor sehingga tak bisa dijual sebagai
telur konsumsi.
Q. KAPAN SEBAIKNYA PENGAMBILAN HASIL TETASANNYA ?
Keberhasilan
dalam proses penetasan tolok ukurnya adalah tingkat fertilitas dan daya
tetas. Semakin tinggi tingkat fertilitas telur yang tetaskan (tentunya
faktor mesin tetas dan operatornya normal) maka daya tetasnya akan
tinggi pula sebaliknya. Dengan demikian kapan dan bagaimananya hasil
tetasannya diambil dari mesin tetas. Pengambilan hasil tetasannya
diambil dengan rumus adalah sebagai berikut : MASA INKUBASI TELUR + 24
jam. Jadi sebagai misal antuk puyuh karena ber masa inkubasi 18 hari
ditambah 24 jam = hari ke 19.
BURUNG PUYUH ( Coturnix coturnix japonica ) SEBAGAI ANIMAL RESEARCH.
Burung puyuh yang dipelihara untuk menghasilkan telur yang dijual di pasaran saat ini adalah jenis Coturnix coturnix japonica.
Adapun bedanya antara Gemak dengan puyuh jenis Coturnix coturnix
japonica adalah jari kaki gemak 4 sedangkan coturnix tiga, gemak liar
sedangkan coturnix telah dibiakkan dengan seleksi genetik yang ketat dan
baik sehingga mampu menghasilkan jumlah telur 250 butir per tahunnya
pada tahun pertama, sedangkan gemak produksi telur amat sedikit karena
kehidupan masih liar seperti ayam hutan Vs ayam ras. Yang dapat
dicirikan diantaranya adalah sebagai berikut : warna telur blirik hitam
putih, bobot telur tetas sekitar antara 8 – 12 gram, kebutuhan pakan
dewasa per ekor per hari 14 – 16 gram, umur betina pertama kali
bertelur umur 35 – 40 hari dan puncak produksi terjadi pada umur
sekitar 3 – 4 bulan, bobot badan dewasa sekitar 140 gram baik jantan
maupun betina. Anatomi dan fisologinya jenis puyuh Coturnix samaa persis
dengan unggas yang lainnya, dengan demikian jika telah meneliti dari
komoditi puyuh sinonnim dengan unggas – unggas yang lainnya. Burung
puyuh yang dipelihara di berbagai peternak saat ini ada tiga jenis puyuh
berdasarkan warna bulunya, yaitu : 1. warna bulu putih dengan mata
kemerahan, tetapi setelah di amati dengan seksama puyuh jenis tersebut
matanya agak buta dan berproduksi telur sangat rendah alias sebagai
puyuh pedaging, 2. Bulu berwarna putih kekuning-kuningan berproduksi
telur tinggi dan bersifat kanibal yang relatif sedikit bila
dibandingakan dengan jenis ke 3 yaitu bulu agak putih kehitam-hitaman
yang mempunyai sifat kanibal agak tinggi dan agak besar. Umumnya
peternak menyilangkan jenis puyuh warna kuning dengan puyuh warna hitam
yang mempnuyai produksi telur relatif tinggi ( jika puyuh jantan hitam
disilangkan dengan puyuh betina warna kuning, maka anak betinanya akan
berwarna hitam dan sebaliknya ).
TAHUKAH ANDA TENTANG HAL-HAL YANG BERKAITAN DENGAN PUYUH ?
1. PUYUH JENIS UNGGAS MUDAH STRESS.
Burung
puyuh jenis Coturnix coturnix japonica mempunyai ciri yang relatif
jelek, diantaranya adalah mudah mengalami stres ( stres yang terjadi
biasanya disebabkan oleh karena kebisingan, perubahan suhu, perubahan
pergantian pakan dan setelah potong paruh atau di vaksin ). Akibat dari
stres tersebut dapat ditunjukkan dengan peubahan jumlah produksi telur
dari yag relatif tinggi menjadi yang relatif rendah. Jika dibandingkan
dengan unggas – unggas yang lainnya, maka puyuhlah yang mudah stres dan
untuk kembali normal sangat membutuhkan waktu yang relatif lama bila
dibandingkan dengan unggas – unggas yang lainnya. Jika terjadi stress,
hal – hal yang perlu dilakukan oleh peternak diantaranya adalah sebagai
berikut : Harus mengetahui penyebab utamanya puyuh stres, jika udah
ketemu penyebabnya kembalikan / kondisikan seperti sedia kala. Biasanya
memakan waktu yang cukup lama, sekitar seminggu barulah akan normal
kembali.
2. PAKAN BENTUK CRUMBLE PENEYABAB KANIBAL PADA PUYUH.
Kanibal
adalah sifat mematuk sesama uggas pada kelompok dimana unggas tersebut
di pelihara dalam satu koloni. Sifat kanibal pada unggas dapat
disebabkan oleh karena sifat genetik dan phenotype. Sifat genetik akan
timbul jika faktor phenotype mendukungnya ( misalnya : paruh puyuh
relatif kecil sehingga yang paling cocok adalah pakan jenis mash (halus)
yang diberikan, tetapi jika diberi jenis bentuk berbutir (crumble) maka
puyuh akan stress yang pada gilirannya akan mempunyai sifat kanibal ).
Sifat kanibal pada puyuh dibagi menjadi 2 type yaitu : 1. type pertama
adalah sifat kanibal berupa mencocok sesama puyuh dalam satu kelompok
puyuh ( type kanibal ini mudah sekali penanganannya yaitu dengan
memisahkan puyuh-puyuh yang suka mematuk dari kelompoknya), sedangkan
sifat kanibal type 2 adalah puyuh yang suka mematuk telurnya sendiri (
kanibal jenis yang sulit ditangani karena antara telur yang ditelurkan
dengan paruh berdekatan, dengan demikian satu-satunya jalan disembelih
karena sifat kanibal type ini tak akan hilang). Berdasarkan uraian
tersbut diatas sebaiknya mengeliminir penyebab terjadinya sifat kanibal
diantaranya : suhu kandang, keterlamabatan memberi pakan, kepadatan
kandang dan perubahan pemberikan pakan baik ditinjau dari kualitas
maupun kuantitasnya.
3. BESAR KECILNYA INDUKAN PUYUH DITENTUKAN SAAT DEWASA KELAMIN.
Dalam
pemeliharaan puyuh jenis Coturnix coyurnix japonica ( yang banyak di
pelihara di masyarakat Indonesia saat ini ), jika anda memelihara 100
ekor betina dan 100 ekor jantan puyuh umur masuk kandang yang sama,
pakan yang sama juga ( semua perlakuan pemeliharaan sama). Jika anda
sempat menimbang 2 ekor jantan dan 2 ekor betina umur sehari, dapat
diyakini bahwa yang jantan lebih berat bobotnya dibandingkan dengan yang
betina. Kemudian dipelihara bersama sama dengan kondisi lingkungan dan
pakan yang sama sampai dengan umur dewasa kelamin (mulai bertelur
betina). Apa yang terjadi ?, ternyata yang betina untuk hari-hari
pemeliharaannya berikutnya akan lebih berat bobotnya dibandingkan dengan
yang jantan sampai dewasa. Mengapa ? selain didalam tubuh betina ada
telurnya dan mengkonsumsi lebih banyak yang akan dikonversikan untuk
pembentukan telur, hidup pokok dan aktifitas hidupnya.
4. PENENTUKAN JENIS KELAMIN PADA PUYUH.
Imbangan
jantan dan betina pada burung puyuh yang paling ideal adalah 1 : 4.
Pada umumnya peternak puyuh cara menentukan puyuh betina (adanya
blontang hitam dan putih di dada), sedangkan yang jantan (tidak ada
blontang hitam putih di dadanya, namun yang pada dadanya
kuningkuningan). Penentuan sperti yang dianut peternak sampai sekarang
ini kebenarannya tidak mencapai 100 % karena ada puyuh jantan walau
penilaiannya seperti di atas begitu pula ada yang betina. Nah, menurut
penelitian penulis saat menempuh Magister Sains di IPB, paling
tepat puyuh dikatakan jantan JIKA PADA LEHER DIBAWAH PARUH BAWAH
TERLIHAT KEKUNINGKUNINGAN MENYELERET MEMANJANG. TATAPI YANG BETINA TIDAK
DITANDAI SPT BETINA TSB.
5. JANGAN HERAN JIKA PUYUH MEMPUNYAI KONVERSI PAKAN YANG TINGGI.
Angka
konversi pakan dapat dihitung dengan membandingkan jumlah pakan yang
dihabiskan dengan jumlah produksi yang dihasilkan (bisa telur ataupun
daging). Angka tsb tidak mempunyai satuannya karena baik pembilang
maupun penyebutnya mempunyai satuan yang sama. Itulah mengapa konversi
pakan tak mempunyai satuan dan tidak diamati di kandang, tetapi cukup
dihitung saja. Secara spesifik angka konversi pakan puyuh lebih tinggi
bila dibandingkan dengan ayam maupun itik. Ayam petelur 2,2 – 2,5,
pedaging 2, 1 – 2,3 dan itik sekitar 2,2 – 2,5, tetapi apa yang terjadi
pada puyuh ? yaiutu sekitar 3 – 6. Arti angka konversi pakan 2,2 untuk
menghasilkan 1 kg telur dibutuhkan pakan sebesar 2,2 kg, begitupula pada
itik maupun puyuh. Mengapa demikian ? karena tidak ada pakan khusus
puyuh yang harganya disesuaikan dengan harga hasil produk yang
dihasilkan puyuh (telur atau dagingnya), tetapi pada kenyataannya harga
pakan puyuh selalu disamakan dengan harga pakan ayam yang telurnya lebih
mahal dari telur puyuh begitupula daging ayam lebih mahal dari daging
puyuh.
6. SULITKAH MENGCANDLING PADA PUYUH / MENENUKAN FERTILITASNYA ?
Candling
adalah aktifitas memeriksa telur agar ditemukan mana telur yang fertil,
telur yang infertil atau mana telur yang berkode Dead Embryo (DE).
Telur bangsa unggas di dunia ini yang MEMPUNYAI WARNA YANG ANEH DAN BIN
AJAIB HANYA PUYUH SAJA, mengapa ? perhatikan telur ayam jika ndak putih
ya krem, telur itik jika biru muda atau putih, merpati keputihputihan.
Nah, jika anda menetaskan telur ayam, itik atau merpati mudah melihat
dengan candler karena warnanya transparan sehingga mudah terdeteksi
hasil, tetapi bagaimana dengan telur puyuh yang blontang blontag hitam
dan adanya lerek putih ? Jangan kuatir ini hasil pengamatan penulis
dapat dituliskan beberapa cara menentukan fertilitas pada telur puyuh,
Caranya : (1). jika anda berpengalaman atau sering melakukannya yaitu
dibuat candler sebesar telur puyuh kemudian disinarkan pada lampu, amati
yang sela sela putihnya, jika adanya cabang-cabang darah itu fertil
(harus sering melakukannya) (2). Sampai akhir proses penetasan pada hari
ke 18, jika ada yang telur masih utuh tidak menetas (dipecah), dengan
dipecah kita tahu apa telur tsb fertil atau infertil.
7. BOBOT TELUR DAN UMUR INDUK BERAPAKAH YANG BAIK UNTUK DITETASKAN ?
Menurut
hasil penelitian penulis dengan judul : Pengaruh bobot telur dan umur
induk terhadap performans pada burung puyuh (Coturnix coturnix
japonica), 1987. Ada korelasi yang positif antara bobot telr telur
dengan umur induk. Umur betina yang baru pertama kali bertelur akan
menghasilkan bobot telur yang kecil, dan akan cenderung meningkat bobot
telurnya yang diiukuti dengan panjang umurnya. Dengan demikian dari awal
bertelur sampai akhir pemeliharaan dari puyuh mempunyai kisaran bobot
telur sebesar 8 s/d 13 gram. Nah, yang baik untuk ditetaskan yaitu pada
umur sekitar 3 – 4 bulan dengan bobot telur sebesar 10 – 11 gram.
Mengapa ? umur sekitar itu baik pada yang jantan untuk menghasilkan
kualitas semennya sedangkan yang betina akan menghasilkan telur yang
ideal bobot telurnya, dengan demikian jika ditetaskan akan menghasilkan
fertilitas dan daya tetas yang tinggi. http://edhysudjarwounggas.lecture.ub.ac.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar